January 30, 2014

Remedial?

Remedial? Siapa yang nggak tau remedial?  Kayaknya kata-kata ini terlalu populer untuk anak sekolahan. Termasuk gue. Populer banget kata-kata ini di kuping gue dan kuping temen-temen gue. Gue yakin semua anak sekolahan yang normal pasti pernah ngerasain remedial. Kenapa gue bilang anak sekolahan yang normal? Yakan hakikatnya remidi itu tes ulang mapel yang nilainya belum mencapai ketuntasan minimum. Ya semua orang tau lah tingkat kesulitan semua pelajaran itu beda-beda, tingkat keganasan soal yang diuji juga beda-beda, jadi wajar aja meskipun cuma semumur hidup sekali setiap orang pernah ngerasain remidi. Ngulang ulangan dengan soal berbeda namun nilai tertingginya hanya sebatas KKM. Sedih ya. Iya sedih banget. Nih gue contohnya, abis ngerasain remidi ke berapa kalinya ya gue lupa.

Gue anak IPA. Populer banget tuh dengan mapel matematika, fisika, kimia, biologi. Mapel ciri khas program sekolah yang gue ambil. Gue pernah remidi kok di mapel mapel mipa itu. Gue pernah remidi matematika, gue pernah remidi biologi, gue pernah remidi kimia, gue pernah remidi fisika. Dan bahkan gue pernah remidi di mapel lain seperti penjas, bahasa indonesia, bahasa inggris, sejarah.

Nyesek sih kalo kita udah belajar, kita udah ngecun dengan materi yang mau diulanganin, etapi hasilnya remidi. Sedih. Gue dan hampir temen sekelas gue semuanya abis ngerasain remidi fisika. Pelajaran unyu-unyu yang sangat gue suka. Kali ini persiapan gue emang agak kurang. Wajar aja kalo remed. Tapi ya gue tetep nangis juga di pundak temen gue karena remed. Lebay ya gue. Iya lebay banget. Tapi oke gapapa remed itu proses. Kata mama kalo orang nggak pernah remed itu takutnya ntar jadi kelupaan, terbang tinggi nggak ngeliat lagi kebawah, eh giliran suatu saat di tes lagi belum tentu masih inget. Ya gak?

Gue yang udah beberapa kali ngerasain remed masih tetep beryukur kok. Berarti itu tandanya Allah nyuruh gue buat belajar lagi, buat ngedalemin mapel itu lagi. Allah belum ngizinin gue untuk puas-puas dulu dengan nilai yang gue dapet. Allah masih pengen liat usaha gue untuk nuntasin nilai.
Kalo kata guru-guru gue sih nggak papa remedial itu wajar. Malah biasanya anak-anak yang remedial itu lebih tahan banting. Tahan banting dalams etiap ujian yang dikasih. Belajar pontang-panting biar nggak remedial.

Kata siapa orang yang pernah remedial nggak bisa sukses? Kata siapa orang yang pernah remedial itu nggak ngerti dengan materi yang diujiin? Kata siapa orang yang remedial nggak bisa masuk PTN favorit? Kata siapa orang yang nggak pernah remedial dijamin masa depannya sukses? Kata siapa orang yang nggak pernah remedial dijamin masuk PTN? Kata siapa orang yang nggak pernah remedial selalu ngerti dengan materi yang diujiin? Mungkin aja ada beberapa dari orang yang gak remedial punya semacam 'senjata' biar nggak remedial kan.

Gue sih tetep mikir positif aja kalo kebetulan gue remedial. Ya kayak yang barusan gue sebutin, berarti Allah masih pengen liat usaha gue untuk lebih jago lagi dalem mapel itu. Gue yakin setiap remidi itu ada hikmahnya kok. Gue yakin banget. Tapi gue tetep berusaha dong biar nggak remidi. Usaha yang pol dulu biar Allah yakin dengan kesungguhan gue biar nggak remidi. Ditambah lagi dengan doa dan tawakal. Insyaallah hasilnya yang terbaik. :)

January 25, 2014

For the Last Chance



Even I’m tired of this situation, which is confiscated my much time and my free time. Yeah, i’m still. I’m still keep struggling to win that prestigious competition. Pass in every test to go to national-scale. Competite in NTB on next September.

I don’t care to another competitor which is more intelligent than me, I don’t mind to make it difficult. Still i’m believing, nothing is impossible. I have Allah, I have parents, I have friendly teachers and friends. And I believe they will support me, they will send their pray to me.

Those bad experience still linger in my mind. God gave me chance to join that competition when I’m still eight grader. But I wasn’t serious to do the test. And moreover, I was sick when the test was held by the committee. Yeah you know I was failed on that test. I made my teacher sad, and of course my parents too. At that time, I never thought that competition was so prestigious, until I realize it used to be the most prestigious competition in Indonesia for the academic competition when I’m ninth grader. Unfortunately, I couldn’t join that competition because I should face National Examination.

My passion still want to win and get medals in that competition. The difference is I should join for the high school level. Okay. It’s no problem for me. I still keep struggling. When I’m tenth grader, I joined that competition, but yeah high school level isn’t as same as junior school level. When the junoir level the questions also provide the multiple choice, but the high school level never provide the mutiple choice. It’s full of short answer and essay. Of course i should take, and i should answer the question. But I was failed again.

And now. This is my last chance to join that competition. I should win, i should get medals, i should pass in every test to go to the national scale. I should focus, i should keep struggling, i should keep praying. I believe, Allah will grant my pray, and I can go to the national scale and go to NTB. Keep fighting, zu!^^

January 14, 2014

Naluri Seorang Ibu



Kali ini gue terharu. Terharunya pake banget. Yang bikin gue terharu itu kisah seorang ibu kucing yang dibuang sama papa gue kemarin malem. Ibu kucing itu dibuang sama papa gue karena dirumah gue kebanyakan kucing liar yang tiba-tiba jadi penghuni tetap. Si ibu kucing pernah ngelahirin sekali di rumah gue. Anaknya warnanya kuning. Lucu sih anak kucing itu, gue suka. Cuma ya papa gue rada kurang suka sama kucing kampung. Nah berhubung ibu kucing itu kucing kampung dan bakal beranak lagi, jadi daripada ngebanyak-banyakin kucing dirumah, akhirnya dibuanglah itu ibu kucing sama papa di kampung sebelah, yang ditinggal dirumah Cuma anaknya doang yang Cuma 1. Kata papa sih buangnya di daerah dam. Entah itu daerah dimana dan seberapa jauhnya dari rumah gue juga nggak tau. Tapi kata adik gue sih dam itu lumayan jauh dari rumah. Papa buang ibu kucingnya malem-malem sekitar jam setengah 10an. Mama sempet ngelarang sih ibu kucingnya dibuang, soalnya nanti kasian anaknya. Ya tapi ujung-ujungnya tetep dibuang juga sama papa.

Pas ibu kucingnya dibuang, anak kucingnya itu lagi mainan. Dan ketika dia ngeliat ibu kucing itu dimasukin ke dalem karung karena mau dibuang, anak kucing itu langsung berenti mainan. Dia ngeliatin terus ibunya sampe depan pintu mobil. Dan bahkan dia sempet mau ngikutin, tapi sama mama gue ditahan karena takut ilang. Soalnya anak kucing yang ini kucing campuran.

Eh besok paginya ketika adik gue fasa sama salsa tau ibu kucingnya dibuang sama papa, sempet diem sih karena ngambek, tapi ya terlanjur udah dibuang jadi ya mau digimanain lagi. Akhirnya adik-adik gue ngajak main anak kucingnya. Tapi kali ini anak kucingnya beda. Dia terlihat loyo, nggak semangat, lemes. Beda banget sama biasanya yang suka lompat-lompat, mainan tali, gigitin kaki gue atau kaki orang-orang dirumah. Ya pokoknya semenjak ibu kucing itu dibuang, anak kucingnya langsung putus asa karena nggak ada temen main. Gue kasian sih. Ya akhirnya gue ikutan ngajak main anak kucing itu. Agak kurang kerjaan emang, tapi ya gue kasian sama anak kucing itu. Dia juga jadi males makan. Wiskas yang gue kasih didiemin aja nggak dimakan. Ya mungkin dia nggak napsu makan.

Anak kucing itu selalu menatap pintu luar yang terakhir kali dilewatin ibunya sebelum dibuang. Dia jadi sering bengong ngeliatin pintu. Gue makin terharu ngeliat anak kucing itu natap pintu luar segitunya. Dia kerjaannya tidur terus dari siang sampe sore. Bangun Cuma buat jilat-jilat badan sama liat pintu itu lagi. Pas pintunya dibuka dia langsung lari ke pintu itu berharap ibunya bakal kembali. Ya pokoknya begitu seterusnya sampe abis maghrib.

Sekitar jam 9 malem, pas adik-adik gue lagi nyantai-nyantai di depan tivi, tiba-tiba mereka denger suara mengeongnya ibu kucing. Secepat kilat mereka langsung ngebuka pintu depan. Anak kucing yang lagi tidur pun langsung bangun ketika dia ngedenger ada suara ibunya. Ibunya yang kayaknya kecapean abis jalan jauh langsung masuk dan meong meong gede banget nyariin anaknya. Anaknya langsung dateng dan manja-manja sama ibunya. Ibunya kayaknya kelaperan akut, akhirnya gue kasih makan tuh ibu kucing. Langsung dilahap abis, terus pergi ke kamar mandi, pas gue intip dia lagi minum. Gue biarin. Anak kucingnya tetep ngikutin aja kemana ibu kucing itu pergi. Setelah ibu kucing itu balik, anak kucing langsung kembali kayak biasanya. Ceria, lucu, penuh semangat.

Gue terharu banget sih sama fenomena asli yang gue saksiin. Emang bener ya naluri seorang ibu itu kuat banget. Jangankan manusia, naluri seorang ibu kucing aja kuat banget walaupun udah terpisah beberapa kilometer. Seorang ibu rela jalan jauh demi nyariin anaknya, demi ketemu anaknya. Rela ngorbanin apa aja demi anaknya. Gue tau itu ibu kucing capek, haus, laper, dan keujanan. Tapi gue salut aja sama ibu kucing itu yang bisa balik lagi meskipun udah dibuang jauh dari rumah. Salut :’)

January 1, 2014

narsisnya gue

Entah kenapa. Gue baru menemukan kalo gue termasuk orang yang suka foto. Gue terlalu skeptis sama kamera. Agak sulit gitu temen-temen gue mau ngambil foto gue yang uncontrol karena gue sering sadar dimana aja keberadaan kamera yang jadi paparazzi. Gak pake banyak cingcong dah. Nih contohnya...

Ini di kuil Xan Poo Kong, berhubung kakek gue keturunan cina asli, mampirlah kesini.

Gue, tampak belakang. Kece kan yak? :3

eh yang ini narsis di kamar hahaha

ups yang ini agak alay -_-

Kalo nggak salah ini lagi kondangan

unyu gak guaa? :D

masih banyak lagi sih yang mau gue post, tapi next time ajaya... bagi fans fans gue, basing tuh kalo kali-kali kalian ada yang berminat ngunduh foto gue. hakshakshaksss :D

Flickr