September 15, 2012

jika nanti...

Jika kamu mencintaiku:
cintailah aku dengan cara yang benar
cintailah aku bukan dengan diam-diam
cintailah aku bukan dengan melarangku
cintailah aku bukan hanya karena kamu mengasihaniku
cintailah aku bukan karena kamu kesepian

Jika kamu meninggalkanku:
tinggalkanlah aku dengan cara yang benar
tinggalkanlah aku bukan karena aku tidak sempurna untukmu
tinggalkanlah aku bukan karena kamu merasa kurang sempurna untukku
tinggalkanlah aku bukan karena kita tidak mau menerima perbedaan kita
tinggalkanlah aku bukan karena aku hanya bisa memberikan cinta untukmu

Jika suatu hari nanti kamu kembali menginginkanku:
pahamilah bahwa aku masih orang yang sama
pahamilah bahwa mungkin itu kesempatan terakhir untuk kita berdua
pahamilah bahwa tidak ada hal yang terjadi tanpa seijinNya
pahamilah bahwa cinta itu bukan hal yang kebetulan
pahamilah bahwa hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan penyesalan dan berandai-andai

Jika nanti, kamu dan aku
kita tidak akan pernah tahu…

September 2, 2012

belajar melepasmu

Pernah ada masa dimana duniaku terpusat hanya pada satu nama.
Pernah ada masa dimana jemariku manari di udara hanya ‘tuk melukis satu nama.
Pernah ada masa dimana setiap hela nafasku berisi cinta hanya untuk satu nama.
Pernah ada masa dimana aku berfikir aku akan ada di sana, di hatimu, seorang yang ku cinta.
Namun apalah aku, untuk selamanya berharap pada sebuah mungkin.
Apalah aku untuk selamanya tetap melangkah di atas ragu sendiri.
Apalah aku, untuk selamanya bertahan sementara detak jantung nyaris berhenti.
Ya, aku sekarat. Tepat di persimpangan dengan asa dan sejuta mimpinya.
Hingga ada masa dimana waktu mengajarku mengeja “ikhlas”, sebuah kata ajaib yang membawamu perlahan tersapu oleh iringan awan. Mengecup setiap tetes hujan serupa upacara perpisahan. Dan entah pada hitungan keberapa, suara nafasmu t’lah terganti oleh tarian dedaunan. Indah..
Ah, sungguh aku tak pernah paham sebelumnya bahwa melepaskan bisa begitu melegakan..
Namun yakinku tetap ada.. Bahwa akan ada masa dimana aku ada di sana, di hati seorang yang ku cinta, walau bukan hatimu, seperti yang pernah kukira.. Bahwa aku harus move on..

simply love

Bukankah terlalu sulit untuk melepaskan seseorang yang kamu cintai sepenuh hati?
Tapi bukankah lebih sulit untuk melihatnya mati karena ketidakbahagiaannya di sisi?
Siang itu, salah seorang teman sekelasku sempat berkata di sela ceritanya..
“Aku lebih baik ditinggal mati olehnya dibanding ditinggal untuk kemudian melihatnya bersama yang lain seperti saat ini. Aku terlanjur mencintainya setengah mati..”
Mimiknya suram dan hampir menangis.
Aku tau dia begitu sakit melihat orang yang ia cinta berpaling menjatuhkan hati pada yang lain.
Aku terdiam, merenungi perkataannya sesaat, hingga ia melanjutkan kembali dengan sebuah pertanyaan..
“Jika kamu jadi aku, katakan apa yang akan kamu lakukan.
Pasti kamu akan mengatakan hal yang sama kan?”
Seketika rasa ngilu menyeruak tepat dari dalam dadaku. Butuh satu hela napas panjang sebelum aku menjawabnya..
“Jika aku mencintai seseorang setengah mati, demi apapun aku lebih ingin dia tetap hidup meski bersama yang lain dibanding harus membiarkan diriku melihatnya mati di sisiku..
Jika aku mencintai seseorang sepenuh hati seperti yang kamu katakan kamu rasakan, demi apapun aku akan memohon pada Tuhan untuk membiarkanku mati hari ini jika ia telah dituliskan mati esok hari…
Jika aku mencintai sepenuh hati,
aku tak peduli seberapa terlukanya aku akibat merelakannya pergi demi mendapatkan kebahagiaannya yang lain lagi..”
Ada hening yang begitu sunyi tak lagi bersembunyi dari seorang teman yang lima menit lalu menggebu dengan definisi cintanya sendiri.
Lagi, aku menarik napas dalam sebelum meneruskan kata-kataku..
“Dan hanya jika kamu benar mencintainya sepenuh hati seperti yang kamu katakan, kamu pasti akan melihat cinta dari sisi yang sama denganku..”

September 1, 2012

Bali, 2011.

Malam ini malam minggu. Angin malam ini begitu kencang. Hordeng kamar saya dari tadi berterbangan seperti diterpa badai. Saya yang memang mudah kedinginan ini, daritadi merasakan dinginnya angin malam. Saya yang berada dikamar sejak tadi saja merasakan dinginnya seperti ini, apalagi kalau saya mencoba untuk keluar rumah? Mungkin saya akan menggigil kedinginan. Cuaca beberapa hari belakangan ini memang cukup dingin. Mungkin sudah peralihan dari musim kemarau. Yah, semoga kalau ini memang benar musim pancaroba, semoga tidak terjadi apa-apa dengan saya. karena biasanya kalau lagi musim pancaroba, saya sering batuk dan pilek. Yaa semoga tidak deh.

Hmm.. kalau ingat tentang malam dengan angin kencang, saya jadi ingat saat saya bersama kamu di Bali, Desember 2011. Tepatnya 26 Desember 2011, hari Senin. Saat itu saya mengenakan baju yang mungkin lebih mirip dress selutut warna coklat dan bawahannya celana hitam tipis sampai tumit. Sedangkan kamu saat itu memakai kemeja warna putih dan celana jeans warna biru muda tidak lupa dengan kacamatamu, dan kamu juga memakai udeng khas Bali warna biru. Ya, pakaianmu saat itu memang good-combination. Saya suka.

Hari itu kita ke Pantai Kuta setelah kita mengunjungi Istana Presiden. Tapi momen kita memang dimulai dari Pantai Kuta kok. Jadi jangan salahkan saya kalau saya menceritakannya mulai dari Pantai Kuta.

Saya ingat, kita sampai pantai kuta itu memang sudah agak sore. Sengaja ingin lihat sunset. Ya mungkin sekitar pukul 16.00 WITA. Kita bermain-main air dan foto-foto bersama. Apa kamu ingat awalnya kamu canggung untuk foto-foto bersama saya, tapi akhirnya malah jadi sering foto sama saya disana. Sore itu cerah sekali, seperti suasana hati saya yang begitu ceria karena bisa liburan denganmu ke Bali. Sebenarnya bukan hanya sama kamu saja sih, kan sama teman-teman juga. Tapi untuk tulisan saya kali ini, saya hanya memfokuskan pada dirimu.

Oya di folder saya masih banyak sekali foto-foto kita saat di Bali. Saat di Pantai Kuta, kita foto-foto dengan segala macam gaya. Ada yang sambil lompat, ada yang sambil duduk, ada yang biasa saja, ah pokoknya banyak deh. Dan saya tidak sengaja memotretmu saat kamu menulis namamu di pasir di pantai itu. Kamu terlihat tampan saat menulis namamu disana. 

Sepertinya keceriaan saya sore itu bersamamu (dan teman-teman) tidak tertandingi. Saat itu saya sungguh bahagia. Oya apa kamu ingat kita semua menggulung celana kita supaya tidak basah kena ombak? Haha walaupun celana saya sudah digulung sampai selutut, ujung baju saya masih ada yang basah juga. Sungguh ombak yang menakjubkan yang membasahi baju saya. Topi pantai yang saya kenakan waktu itu juga hampir terbang. Dan syal hitam yang saya pakai malah terbang beneran. Persis seperti kertas yang terbang terkena angin yang kencang. Untung masih bisa tertangkap. Hehehe.

Seingat saya, kita di Pantai Kuta tidak sampai maghrib karena kita harus segera menyudahkannya karena kita harus segera mencari kendaraan umum untuk mencapai tempat parkir. Ya tak apalah, saya cukup puas kok saat itu.

Dan setelah itu kita segera menuju salah satu restaurant. Dan kita pun menuju ke Jimbaran Beach untuk dinner. Wah sungguh tempat yang romantis. Makan di pinggir pantai secara langsung tanpa dibatasi dinding maupun bilik. Pantai hanya berjarak tidak sampai sepuluh meter dari meja kita. Hamparan pemandangan malam di pantai yang sungguh menakjubkan.

Suasana saat itu memang sangat romantis. Sangat cocok untuk menyatakan perasaan seorang laki-laki kepada perempuan yang dicintainya. Apalagi ditemani dengan sebuah lilin kecil yang hampir meredup diterpa angin malam yang sangat kencang. Wah... sangat romantis.

Saat itu kita dinner berhadapan di meja yang paling ujung, meja yang paling dekat dengan bibir pantai. Itu sekitar pukul 21.00 WITA. Angin malam yang semakin kencang saat itu membuat saya kedinginan karena baju saya basah saat kita bermain di Pantai Kuta. Saya tidak sempat ganti baju karena saya juga tidak bawa salinan. Saya juga tidak membawa jaket. Lengkaplah kedinginan saya waktu itu.

Saya ingat, saya agak sedikit nyinyir kepada diri sendiri karena saya tidak bawa jaket, dan kamu memarahi saya karena saya tidak bawa jaket. Kamu bilang begini, "makanya tadi bawa jaket, udah tau udaranya dingin, malah ngga bawa jaket, jadi kedinginan kan sekarang..." Dan saya saat itu diam saja saat kamu ceramahi. Jujur, saya selain kedinginan, saya juga kelaparan saat itu. Mungkin itu efek karena saya kedinginan, dan perut saya menjadi lapar yang sangat lapar. Untung makanan segera datang. Namun sialnya, lilin diantara kita malah mati terkena angin yang semakin kencang. Dan saya makan pun gelap-gelapan, hanya diterangi lampu hape yang sudah lowbatt.

Kita dinner cukup lama. Sambil menghabiskan malam disana sambil mengobrol dengan teman-teman yang lain. Tak lupa juga untuk mengambil beberapa foto yang bisa diabadikan. Sungguh lengkap kebahagiaan saya malam itu karena selalu didekatmu. Kamu yang saat di Pantai Kuta jadi kameramen mendadak untuk memotret saya dan teman-teman, eh di Jimbaran Beach juga jadi kameramen mendadak. Hahaha.

Terima kasih ya untuk seharian itu. Terima kasih juga untuk nasihatmu kepada saya. Saya janji saya akan selalu membawa jaket jika cuaca sedang tidak bersahabat atau sedang berhawa dingin supaya saya tidak kedinginan. Seharian bersamamu saat itu di Pantai Kuta dan di Jimbaran Becah yang membuatku bahagia. Seharian bersamamu saat itu yang tak terlupakan.

You're unforgettable. As we go on, we remember all the times we had together. And as our life changes, come whatever. Our memories will always linger in my mind. Thanks for all the joys you made for me that could make me know what happinesses are. Thanks for sorrows that we ever had, that could make me know how to struggle in life. Thanks for all :)



tidak

Aku tidak merindukanmu
Aku tidak memikirkanmu
Aku tidak ingin bertemu denganmu
Aku tidak menyesal cerita kita telah usai
Aku tidak mau kembali padamu
Aku tidak menyimpan namamu di hatiku
Aku tidak pernah memimpikanmu
Aku tidak suka mendengar suaramu
Aku tidak suka menatap matamu
Aku tidak sudi kau merindukan aku
Aku tidak rela suaramu selalu menyebut namaku
Aku pun tidak lagi mencintaimu
Aku tidak mau kamu.
Aku bohong.

(pura-pura) utuh

Masih terasa, sebenarnya masih ada. Di sini. Masih di tempat yang sama.
Sebenarnya di sini masih menangis.
Sebenarnya di sini masih sakit.
Sebenarnya di sini masih ada, tempat yang sama, hanya kali ini terasa berbeda.
Bukan, bukan karena dia.
Sebenarnya aku pura-pura.
Pura-pura menyerah, pura-pura tidak terjadi apa-apa. Di sini.
Pura-pura semuanya baik-baik saja.
Sungguh, pura-pura.
Pura-pura tersenyum mengurai kata ‘kita’.
Pura-pura terlihat bahagia.
Pura-pura merelakan pilihanmu.
Pura-pura utuh. Pura-pura tidak mampu membuatmu utuh.
Bukan, bukan karena dia.
Andai memaafkan datang sepaket dengan melupakan.
Andai cinta pergi sepaket dengan kepergiaanmu.
Andai kepura-puraanku adalah sebenar-sebenarnya.
Andai apa yang masih terasa belum rusak dengan apa yang tersisa.
Andai.. bukan karena dia.
Sampai lupa menyentuh kenangan kita, biarlah kunikmati pura-pura.
Sampai apa yang sebenarnya masih terasa pergi mengikuti punggungmu, biarlah aku terus berandai. Di dalam hati.
Sampai aku yakin, cinta yang kau pilih bukan cinta yang salah, biarlah aku di sini terus berpura-pura utuh.
Utuh tanpa keutuhanmu.

Flickr