Langit
Aku mendung.
Bukan, ini bukan pertanda hujan akan bersilaturahmi dengan bumi.
Ini karena kepergian mentari.
Aku bukan lelah dicumbui Matahari, hanya saja dekat dengannya membuat hatiku tersakiti.
Matahari datang dan pergi sesuka hati, kadang ia tinggal sejenak, seringnya beranjak dan entah kapan akan kembali.
Aku mencintainya, walaupun panasnya mampu membunuhku.
Aku mencintainya, walaupun cahayanya dapat membutakan mataku.
Aku mencintai Matahari, sayang, Matahari tidak (mau) tahu.
Bulan.
Aku menunggu Langit berpaling.
Sudah terlalu lama ia menanti Matahari yang entah kapan akan kembali.
Aku perih melihat Langit bersedih.
Hatiku sakit melihat Matahari menyia-nyiakan cinta Langit.
Aku ingin membawakan Langit kebahagiaan.
Aku rindu melihat senyumnya yang membuat aku jatuh cinta.
Langit harus tahu tentang perasaanku.
Akan kutunjukkan padanya, Matahari bukanlah segala-galanya.
——-
Di suatu malam..
Langit:
Bulan begitu setia menemaniku hingga malam tak terasa kelam.
Hingga aku dan dirinya menjadi topik yang paling sering diperbincangkan oleh para bintang.
Entahlah, bersama Bulan aku merasa nyaman.
Namun tetap saja, Matahari di hatiku tak pernah beranjak pergi.
Walau sebenarnya, Matahari tak pernah lagi menemani.
Bulan:
Aku senang mendengarkan celoteh Langit.
Bagiku, tawanya adalah sambungan nyawa.
Kebahagiaannya adalah nafas bagi hatiku.
Aku tahu dia tak lagi bersedih karena Matahari yang tak kembali.
Aku juga tahu, perasaannya terhadap Matahari belum juga pergi.
——-
Langit.
Aku hanya mampu mengagumi sosokmu dari kejauhan.
Selalu saja begitu sedari dulu. Dan.. Masih saja hingga kini seperti itu.
Adalah Bulan yang datang menjanjikan kebahagiaan dan kenyamanan yang selalu aku impikan.
Perhatian dan kasih sayang tulus yang ia berikan, mampu mengobati hati yang letih menanti sang Matahari.
Andai bisa kubalikkan perasaan semudah membalikkan telapak tangan, aku ingin perasaan cinta ini membalas perasaan cinta Bulan.
Andai saja………….
Bulan.
Aku tahu, aku akan menjadi pemenangnya. Sebentar lagi, akulah yang akan menggantikan Matahari.
——-
Langit.
Maafkan aku bulan
Karena tidak dapat mengizinkanmu
Mendominasi bumi menggantikan matahari
Membuat nyata keinginanmu bersinar di siang hari
Jangan, jangan meredup!
Aku mohon agar kau tetap bersinar di bumi pada malam hari
Menemani orang2 yang sedang sepi
Bersembunyi dari matahari
Bercengkerama dengan sunyi
Dan menghantarkan mereka ke dunia mimpi
Mungkin bukan sekarang
Mungkin bukan hari ini
Mungkin esok dan mungkin juga nanti
Satu yang pasti
Hadirmu memiliki arti tersendiri di bumi
Bulan.
Cinta ini ingin memiliki, bukan hanya sekedar memberi.
Hati ini ingin menjaga dan merengkuh hatinya yang rapuh.
Tapi, sepertinya percuma.
Aku hanya akan jadi yang kedua di dalam kehidupannya.
Karena di hatinya, masih sang Matahari yang jadi juaranya.
Jika ia benar-benar bahagia dengan perasaannya ini.
Untuk apa aku paksakan perasaanku terhadapnya?
Apakah ia akan benar-benar bahagia dengan perasaan yang aku punya?
Apakah aku akan benar-benar bahagia dengan perasaan yang akan ia berikan?
——-
Langit.
Bulan hanya datang sesekali.
Kalaupun ia datang, ia hanya bertamu, kemudian berlalu.
Kamu menghilang kemana, Bulan?
Tanpamu, Langit malam ini begitu kelam, perasaanku tak karuan
Bulan.
Mungkin Langit perlu jarak supaya ia tahu siapa yang ia benar-benar rindukan.
Sebenarnya aku tersiksa karena tak lagi bisa sepanjang waktu menemaninya.
Ini pertarungan antara ego dan perasaanku.
Dan semua butuh ditunaikan, butuh penyelesaian.
Langit dan aku perlu tahu, disaat kita sama-sama menjauh, perasaan siapa yang akan jadi pemenangnya.
——-
Langit.
Aku dahaga akan sapaan ringan sang Bulan.
Sejenak Ia kembali.
Rinduku terobati.
Walaupun tak sepenuhnya.
Walaupun Bulan pergi lagi sesudahnya
Bulan.
Aku menyerah, bukan berarti aku kalah.
Perasaan Langit terhadap Matahari sangat besar, bahkan melebihi perasaanku terhadap Langit.
Ada yang lebih membutuhkan perasaan ini dibandingkan Langit.
Langit.
Bulan gundah gulana
Bukan aku karenanya.
Entah siapa yang ia nanti kabarnya
Ada sedikit kecewa
Merasa tak lagi ia puja
——-
Langit.
Malamku serasa pincang.
Karena bulan dan bintang tak lagi menemaniku berbincang.
Andai Bulan mau bersabar sebentar,
Perasaan ini akan dengan mudah terhantar.
Karena perasaanku pada sang Matahari mulai memudar.
Tepat di saat Bulan memilih untuk menghindar.
Aku mendung.
Bukan, ini bukan pertanda hujan akan bersilaturahmi dengan bumi.
Ini karena kepergian mentari.
Aku bukan lelah dicumbui Matahari, hanya saja dekat dengannya membuat hatiku tersakiti.
Matahari datang dan pergi sesuka hati, kadang ia tinggal sejenak, seringnya beranjak dan entah kapan akan kembali.
Aku mencintainya, walaupun panasnya mampu membunuhku.
Aku mencintainya, walaupun cahayanya dapat membutakan mataku.
Aku mencintai Matahari, sayang, Matahari tidak (mau) tahu.
Bulan.
Aku menunggu Langit berpaling.
Sudah terlalu lama ia menanti Matahari yang entah kapan akan kembali.
Aku perih melihat Langit bersedih.
Hatiku sakit melihat Matahari menyia-nyiakan cinta Langit.
Aku ingin membawakan Langit kebahagiaan.
Aku rindu melihat senyumnya yang membuat aku jatuh cinta.
Langit harus tahu tentang perasaanku.
Akan kutunjukkan padanya, Matahari bukanlah segala-galanya.
——-
Di suatu malam..
Langit:
Bulan begitu setia menemaniku hingga malam tak terasa kelam.
Hingga aku dan dirinya menjadi topik yang paling sering diperbincangkan oleh para bintang.
Entahlah, bersama Bulan aku merasa nyaman.
Namun tetap saja, Matahari di hatiku tak pernah beranjak pergi.
Walau sebenarnya, Matahari tak pernah lagi menemani.
Bulan:
Aku senang mendengarkan celoteh Langit.
Bagiku, tawanya adalah sambungan nyawa.
Kebahagiaannya adalah nafas bagi hatiku.
Aku tahu dia tak lagi bersedih karena Matahari yang tak kembali.
Aku juga tahu, perasaannya terhadap Matahari belum juga pergi.
——-
Langit.
Aku hanya mampu mengagumi sosokmu dari kejauhan.
Selalu saja begitu sedari dulu. Dan.. Masih saja hingga kini seperti itu.
Adalah Bulan yang datang menjanjikan kebahagiaan dan kenyamanan yang selalu aku impikan.
Perhatian dan kasih sayang tulus yang ia berikan, mampu mengobati hati yang letih menanti sang Matahari.
Andai bisa kubalikkan perasaan semudah membalikkan telapak tangan, aku ingin perasaan cinta ini membalas perasaan cinta Bulan.
Andai saja………….
Bulan.
Aku tahu, aku akan menjadi pemenangnya. Sebentar lagi, akulah yang akan menggantikan Matahari.
——-
Langit.
Maafkan aku bulan
Karena tidak dapat mengizinkanmu
Mendominasi bumi menggantikan matahari
Membuat nyata keinginanmu bersinar di siang hari
Jangan, jangan meredup!
Aku mohon agar kau tetap bersinar di bumi pada malam hari
Menemani orang2 yang sedang sepi
Bersembunyi dari matahari
Bercengkerama dengan sunyi
Dan menghantarkan mereka ke dunia mimpi
Mungkin bukan sekarang
Mungkin bukan hari ini
Mungkin esok dan mungkin juga nanti
Satu yang pasti
Hadirmu memiliki arti tersendiri di bumi
Bulan.
Cinta ini ingin memiliki, bukan hanya sekedar memberi.
Hati ini ingin menjaga dan merengkuh hatinya yang rapuh.
Tapi, sepertinya percuma.
Aku hanya akan jadi yang kedua di dalam kehidupannya.
Karena di hatinya, masih sang Matahari yang jadi juaranya.
Jika ia benar-benar bahagia dengan perasaannya ini.
Untuk apa aku paksakan perasaanku terhadapnya?
Apakah ia akan benar-benar bahagia dengan perasaan yang aku punya?
Apakah aku akan benar-benar bahagia dengan perasaan yang akan ia berikan?
——-
Langit.
Bulan hanya datang sesekali.
Kalaupun ia datang, ia hanya bertamu, kemudian berlalu.
Kamu menghilang kemana, Bulan?
Tanpamu, Langit malam ini begitu kelam, perasaanku tak karuan
Bulan.
Mungkin Langit perlu jarak supaya ia tahu siapa yang ia benar-benar rindukan.
Sebenarnya aku tersiksa karena tak lagi bisa sepanjang waktu menemaninya.
Ini pertarungan antara ego dan perasaanku.
Dan semua butuh ditunaikan, butuh penyelesaian.
Langit dan aku perlu tahu, disaat kita sama-sama menjauh, perasaan siapa yang akan jadi pemenangnya.
——-
Langit.
Aku dahaga akan sapaan ringan sang Bulan.
Sejenak Ia kembali.
Rinduku terobati.
Walaupun tak sepenuhnya.
Walaupun Bulan pergi lagi sesudahnya
Bulan.
Aku rindu Langit, boleh ya kali ini saja aku sapa dia?
Supaya rindu dalam hati tak lagi bergemuruh.
Sejenak saja, rindu ini butuh Langit untuk berlabuh.
Langit.
Sebuah sapaan singkat
Penghilang penat sesaat
Di penghujung malam yang pekat
Ah, rinduku semakin membebat!
Langit dan Bulan.
Bulan: Langitpun menjadi tidak pasti bagiku, walaupun.
Langit: Walaupun?
Bulan: Langit tidak pasti walaupun Langit mau bersamaku, aku berusaha sekuat tenaga dan menyayangi Langit dengan sepenuh hati. Tetap saja belum pasti kita bisa bahagia dengan bisa sama-sama saling memiliki.
*entah mengapa Langit merasa kelabu*
Aku rindu Langit, boleh ya kali ini saja aku sapa dia?
Supaya rindu dalam hati tak lagi bergemuruh.
Sejenak saja, rindu ini butuh Langit untuk berlabuh.
Langit.
Sebuah sapaan singkat
Penghilang penat sesaat
Di penghujung malam yang pekat
Ah, rinduku semakin membebat!
Langit dan Bulan.
Bulan: Langitpun menjadi tidak pasti bagiku, walaupun.
Langit: Walaupun?
Bulan: Langit tidak pasti walaupun Langit mau bersamaku, aku berusaha sekuat tenaga dan menyayangi Langit dengan sepenuh hati. Tetap saja belum pasti kita bisa bahagia dengan bisa sama-sama saling memiliki.
*entah mengapa Langit merasa kelabu*
Aku menyerah, bukan berarti aku kalah.
Perasaan Langit terhadap Matahari sangat besar, bahkan melebihi perasaanku terhadap Langit.
Ada yang lebih membutuhkan perasaan ini dibandingkan Langit.
Langit.
Bulan gundah gulana
Bukan aku karenanya.
Entah siapa yang ia nanti kabarnya
Ada sedikit kecewa
Merasa tak lagi ia puja
——-
Langit.
Malamku serasa pincang.
Karena bulan dan bintang tak lagi menemaniku berbincang.
Andai Bulan mau bersabar sebentar,
Perasaan ini akan dengan mudah terhantar.
Karena perasaanku pada sang Matahari mulai memudar.
Tepat di saat Bulan memilih untuk menghindar.
My moon, my man
So changeable and
Such a loveable lamb to me
Take it slow
Take it easy on me
And shed some light
Shed some light on me please
Take it slow
And shed some light
Shed some light on me please
My moon and me
Not as good as we’ve been
No comments:
Post a Comment