Bukan cinta yang membunuhku,
tapi pikiranku, pikiranmu.
Tentang kamu, tentang aku, tentang kita.
Tentang dia, tentang kami, tentang kalian.
Tentang mereka.
Hati yang menghidupi, pikiran mematikan.
Pertimbangan, pertimbangan, pertimbangan.
Keputusan, keputusan, keputusan.
Hati boleh meragu, hanya sepanjang pikiran mengizinkannya.
Salah, salah, salah.
Benar, benar, benar.
Jangan, jangan, jangan.
Boleh, boleh, boleh.
Begini, begitu, seharusnya.
Seandainya kepala boleh mati berpikir,
sama seperti hati berhenti merasa.
Lalu apa ini denyut di pelipis dan nadi,
ketika hati berhenti berdebar?
Aku lelah, tak ingin lagi berpikir.
Lebih baik aku bodoh, daripada sedih.
Aku ingin beristirahat, jauh dari kecamuk di kepala.
Lebih baik mataku kosong, daripada menangis.
Aku butuh racun yang sesungguhnya untuk isi kepalaku.
“All will be just fine,” itu merk racun paling munafik dan hampa yang aku tahu.
Aku tidak perlu iming-iming seperti itu.
Kamu bukan tokoh politik, aku bukan rakyatmu.
Kita hanya sesama orang kesepian yang terluka.
Jangan menganggap derajatmu setinggi itu.
Mari kita saling berbaik hati.
Jangan bunuh lagi aku dengan pikiranku tentang apa pun.
Dan aku tidak lagi akan membunuhmu dengan pikiranmu tentangku.
Kita selesaikan tanpa hati.
Mampukah kamu?
Sungguh. Ini bukan cibiran.
tapi pikiranku, pikiranmu.
Tentang kamu, tentang aku, tentang kita.
Tentang dia, tentang kami, tentang kalian.
Tentang mereka.
Hati yang menghidupi, pikiran mematikan.
Pertimbangan, pertimbangan, pertimbangan.
Keputusan, keputusan, keputusan.
Hati boleh meragu, hanya sepanjang pikiran mengizinkannya.
Salah, salah, salah.
Benar, benar, benar.
Jangan, jangan, jangan.
Boleh, boleh, boleh.
Begini, begitu, seharusnya.
Seandainya kepala boleh mati berpikir,
sama seperti hati berhenti merasa.
Lalu apa ini denyut di pelipis dan nadi,
ketika hati berhenti berdebar?
Aku lelah, tak ingin lagi berpikir.
Lebih baik aku bodoh, daripada sedih.
Aku ingin beristirahat, jauh dari kecamuk di kepala.
Lebih baik mataku kosong, daripada menangis.
Aku butuh racun yang sesungguhnya untuk isi kepalaku.
“All will be just fine,” itu merk racun paling munafik dan hampa yang aku tahu.
Aku tidak perlu iming-iming seperti itu.
Kamu bukan tokoh politik, aku bukan rakyatmu.
Kita hanya sesama orang kesepian yang terluka.
Jangan menganggap derajatmu setinggi itu.
Mari kita saling berbaik hati.
Jangan bunuh lagi aku dengan pikiranku tentang apa pun.
Dan aku tidak lagi akan membunuhmu dengan pikiranmu tentangku.
Kita selesaikan tanpa hati.
Mampukah kamu?
Sungguh. Ini bukan cibiran.
No comments:
Post a Comment