Kamu masih mencintaiku?
Sudah tidak lagi.
Mengapa?
Aku tidak tahu. Hatiku tidak bilang apa-apa. Dia hanya mau berhenti mencintaimu. Begitu saja.
Sejak kapan?
Aku lupa kapan tepatnya. Mungkin saat ia dicuri...
Maksudmu, kamu sudah jatuh cinta lagi pada orang lain? Secepat itu?
Jangan gila. Hatiku memang kesepian, tapi dia segitu cepatnya untuk bisa jatuh cinta lagi.
Jadi mengapa?
Kamu pernah tahu senapan angin?
Ya, tentu saja. Ada apa dengan senapan angin?
Hatiku tertembak oleh senapan anginmu.
Maaf. Maaf jika ia kesakitan karenanya. Aku tidak sengaja. Aku hanya bermaksud bercanda dengan hatimu ketika itu.
Ah, tidak apa-apa. Dia sama sekali tidak terluka. Toh "hanya" senapan angin.
Lalu?
Begini. Saat laras senapan angin itu mengarahkan matanya ke dadaku, ada sesuatu yang melompat keluar dan ingin ditangkap. Hatiku siap mati saat itu. Dia tidak tahu bahwa kamu tidak serius mau menembaknya. Dia kecewa, lalu berniat mau bunuh diri.
Maafkan aku...
Tidak mengapa.
Lalu yang di dalam dadamu sekarang itu hati siapa? Dan hatimu sendiri: Di mana dia sekarang? Boleh aku kunjungi?
Sekarang aku sedang memakai hati palsu. Juga senyum palsu. Juga bahagia yang palsu. Binar mataku pun palsu. Aku tak tahu kemana mereka semua - bibir, hati, dan binar mataku yang sebenarnya berada. Mungkin mereka lelah dan ingin beristirahat sementara waktu.
Kamu benar-benar tidak tahu di mana mereka?
Mungkin aku bisa mencari tahu, tapi sudahlah. Untuk apa?
Tapi aku ingin hatimu yang dulu. Sudah terlambatkah?
Aku bukan Tuhan. Itu saja yang dapat ku sampaikan kepadamu. Mungkin nanti jika kamu sudah lelah bermain dan ingin menetap di suatu tempat, kamu bisa melihatnya lagi. Mungkin. Hatiku ingin jadi rumah permanen, sayang. Bukan rumah kontrakan, atau hanya sekedar lahan parkir.
Sudah tidak lagi.
Mengapa?
Aku tidak tahu. Hatiku tidak bilang apa-apa. Dia hanya mau berhenti mencintaimu. Begitu saja.
Sejak kapan?
Aku lupa kapan tepatnya. Mungkin saat ia dicuri...
Maksudmu, kamu sudah jatuh cinta lagi pada orang lain? Secepat itu?
Jangan gila. Hatiku memang kesepian, tapi dia segitu cepatnya untuk bisa jatuh cinta lagi.
Jadi mengapa?
Kamu pernah tahu senapan angin?
Ya, tentu saja. Ada apa dengan senapan angin?
Hatiku tertembak oleh senapan anginmu.
Maaf. Maaf jika ia kesakitan karenanya. Aku tidak sengaja. Aku hanya bermaksud bercanda dengan hatimu ketika itu.
Ah, tidak apa-apa. Dia sama sekali tidak terluka. Toh "hanya" senapan angin.
Lalu?
Begini. Saat laras senapan angin itu mengarahkan matanya ke dadaku, ada sesuatu yang melompat keluar dan ingin ditangkap. Hatiku siap mati saat itu. Dia tidak tahu bahwa kamu tidak serius mau menembaknya. Dia kecewa, lalu berniat mau bunuh diri.
Maafkan aku...
Tidak mengapa.
Lalu yang di dalam dadamu sekarang itu hati siapa? Dan hatimu sendiri: Di mana dia sekarang? Boleh aku kunjungi?
Sekarang aku sedang memakai hati palsu. Juga senyum palsu. Juga bahagia yang palsu. Binar mataku pun palsu. Aku tak tahu kemana mereka semua - bibir, hati, dan binar mataku yang sebenarnya berada. Mungkin mereka lelah dan ingin beristirahat sementara waktu.
Kamu benar-benar tidak tahu di mana mereka?
Mungkin aku bisa mencari tahu, tapi sudahlah. Untuk apa?
Tapi aku ingin hatimu yang dulu. Sudah terlambatkah?
Aku bukan Tuhan. Itu saja yang dapat ku sampaikan kepadamu. Mungkin nanti jika kamu sudah lelah bermain dan ingin menetap di suatu tempat, kamu bisa melihatnya lagi. Mungkin. Hatiku ingin jadi rumah permanen, sayang. Bukan rumah kontrakan, atau hanya sekedar lahan parkir.
No comments:
Post a Comment