July 20, 2012

Sang Nelayan: Sebuah Analogi

Seorang nelayan sudah menebarkan jala, padahal tadinya dia enggan untuk melaut pada hari itu. Cuaca di luar sebenarnya kurang bersahabat, dan ia pun masih sangat lelah dari perjalanannya yang lalu. Namun apa daya, kecintaannya pada laut dan segala isinya memanggil jiwanya untuk kembali ke sana.


“Tak ada ruginya untuk mencoba,” ujarnya, “meskipun mungkin ini bukan hari keberuntunganku.” Jadi tetap ditebarkannya jalanya dari atas perahunya yang baru saja ia cat dengan warna merah.

Dan ternyata perkiraannya benar. Maklum, ini bukan pertama kalinya ia melaut. Hanya dua ekor ikan kecil yang berhasil ditangkapnya sejak pagi hingga sore hari. Merasa tak ada untungnya membawa pulang kedua ekor ikan itu, dilepaskannya mereka saat itu juga kembali ke laut lepas.

Sesampainya di rumah, dalam kesendiriannya, ia berpikir, “Mungkin seharusnya aku pindah melaut ke lain samudra. Laut yang sekarang menjadi sumber semangatku, tak lagi punya kekuatan untuk membuat jiwaku bergelora.”

Padahal tadi dia yakin itu karena cuaca.

Sebegitu mudahnya ia mengganti kesimpulan saat ia terlalu banyak berpikir. Dan kau tahu apa yang dia lakukan keesokan harinya? Kembali ke lautnya yang lama. Laut yang pernah tenggelam dalam dirinya. Benar. Laut itu yang tenggelam, bukan si nelayan. Ditinggalkannya lautnya yang sekarang, untuk lautnya yang lama.

Karena yang lama belum tentu lebih buruk dari yang sekarang.
Dan yang sekarang belum tentu mampu mencintai sedalam yang dulu.

(matahari kembali terbenam, dan beberapa ikan masuk ke jala si nelayan dengan sukarela - tanpa harus dipaksa).

No comments:

Flickr